Antara Tren, Gaya Desain & Potensi Budaya
- Kategori Induk: PROPERTY & REFERENSI BISNIS
- Diperbarui: Senin, 26 Oktober 2015 08:53
- Ditayangkan: Senin, 15 Agustus 2011 17:18
- Ditulis oleh admin1
- Dilihat: 2703
- 15 Agu
Bisa dibilang dunia desain khususnya desain interior, sedang beranjak maju di Indonesia. Kemunculan para desainer muda ditambah kemudahan akses informasi dari berbagai ‘kanal’, menjadikan dunia desain interior negeri ini menjadi lebih marak. Ragam gaya dan teknologi mulai banyak dicampur dan diaplikasikan dalam membangun dan mempercantik rumah. Hal ini tentu berdampak positif, karena berkat adanya sentuhan modern, sebuah rumah tentu akan tampil secantik dan sefungsional mungkin. Namun perlu diingat jika kita adalah bangsa yang memiliki ragam budaya yang tak kalah menariknya untuk dieksplore, lebih-lebih jika dipadu padankan dengan arsitektural dan desain modern. Tentu hal ini akan memberikan sebuah pemandangan yang cantik dengan signature khas Indonesia didalamnya.
Mengapa Harus Sejarah & Budaya?
“Kita perlu memperkenalkan sejarah dan nilai seni budaya negeri ini kepada khalayak. Sebab keaneka ragaman heritage bangsa ini justru yang menjadi nilai lebih yang tak dimiliki oleh bangsabangsa lain,” tutur Rohadi, sebagai satu desainer senior yang cukup peduli dengan kondisi heritage dan desain interior di Indonesia. Menurutnya jika harus menyaingi kemajuan desain dari negerinegeri lain khususnya Eropa, jelas kita tidak akan sanggup. Lebih lagi jika harus menyaingi mereka dari segi kemajuan teknologi, diakuinya Indonesia belum sampai kepada tahap tersebut. “Namun jika kita berani bersaing dengan menyisipkan nilai-nilai heritage bangsa, saya yakin kita bisa bersaing,” ungkapnya optimis.
Peran & Kontribusi
“Sekarang ini saya sedang terlibat dengan proyek pemerintah perihal revitalisasi museum di Indonesia. Saya rasa ini adalah langkah yang baik untuk memperkenalkan sejarah, seni dan budaya negeri kepada khalayak, melalui pendekatan desain interior.” Mungkin dulu kita mengenal museum hanya sebatas tempat memamerkan peninggalan sejarah semata, dengan tampilan dan perawatan seadanya sehingga membuat orang-orang enggan untuk mampir ke museum. Disinilah kelemahannya, padahal lewat museum banyak yang bisa kita pelajari mengenai sejarah budaya bangsa. Disinilah Rohadi mengambil kesempatan. Berkat keterampilan, pengalaman dan intuisi desain interiornya ia berkesampatan untuk merubah tampilan museum yang konvensional. “Saya menambahkan suasana eksebisi kedalam museum, sehingga nuansa pameran akan begitu kentara saat Anda melihat display yang tersaji ”. Tak hanya bertindak dalam membangun ambience semata, Rohadi juga memberikan perubahan dengan memperlakukan bendabenda peninggalan sejarah menjadi lebih ‘manusiawi’. Artinya, Rohadi membuat ‘mereka’ seolah-olah benar-benar hidup. Hal ini, membangkitkan suasana sesuai eranya sedetail mungkin, sehingga bukti-bukti sejarah ini seakan bercerita tentang fungsi dan keberadaannya dahulu kepada khalayak di masa kini. Hingga akhirnya tampilan museum pun bisa menjadi lebih modern, dan mempermudah tugasnya dalam mengedukasi para pengunjung.
Masih Banyak Tantangan
Bila program revitalisasi museum yang digalakkan nantinya berjalan sesuai keinginan, bukan berarti dunia desain interior Indonesia akan selesai sampai disini. Sebenarnya masih banyak tantangan dan permasalahan lain yang perlu diselesaikan. Misalnya, suarasuara seputar green building yang semakin santer terdengar sebagai isu internasional, belum lagi tren yang memaksa kita harus terus up date dengan dunia desain. Menurut Rohadi justru disinilah tantangannya. Sama seperti desainer di luar negeri pada umumnya , yang juga dituntut untuk menciptakan konsep desain yang mengacu pada konten hijau. Artinya bagaimana para pelaku desain interior bisa menangani masalah penggunaan material dan permasalahan penghematan energi.
Jadi, konsep green design sesungguhnya tak hanya mengacu kepada reuse dan recycling material semata. Akan tetapi, bagaimana mengkonsepkan penggunaan energi pada sebuah bangunan menjadi lebih maksimal. Semisal pemakaian listrik di berbagai kebutuhan, dimana pencahayaan dapat diatur sedemikian rupa sehingga dapat menghemat kebutuhan energi listrik. Kemudian, penghematan pemakaian energi listrik dalam suatu bangunan juga didapat dengan mengurangi penggunaan arti cial lighting melalui pemanfaatan kaca, dengan catatan harus tetap ramah lingkungan. Artinya desain dan kaca yang dipakai tetap memiliki teknologi, untuk memberi batasan sinar matahari yang masuk kedalam ruangan, tanpa harus membuat ruangan menjadi panas.
“Sebenarnya masih banyak lagi penerapan green design yang masih harus dipelajari, sebelum memberi serti kasi green building pada suatu bangunan. Bahkan kala membongkar ulang suatu bangunan tetap ada standarisasi, yang harus dilakukan demi mendukung terciptanya konsep green,” pungkas Rohadi.