harmonisasi modern, natural & etnik

Tampil modern dengan sentuhan lokal, menjadi keunikan sekaligus nilai tambah rumah ini. Karakter bangunan tercermin dengan kuat, lewat penggunaan gubahan massa dan material yang terbilang “tidak biasa”.

     Sebuah rumah dikemas dengan sentuhan modern yang kokoh, sudah menjadi hal biasa yang kerap ditemui. Namun jika dikombinasi dengan sentuhan etnik dan natural, tampilan rumah bisa jadi terasa istimewa. Hal itulah yang ditemui pada rumah yang terletak di bilangan Cinere, Depok, hasil karya yu sing dan tim arsitek akanoma. Lokasi rumah yang terletak dalam sebuah lingkungan perumahan yang cenderung tampil modern, tidak menjadi kendala bagi rumah ini untuk berani tampil beda.

     Bertandang ke rumah ini, kita akan disuguhi sesuatu yang berbeda. Dari luar, tampilan bangunan cukup mengundang perhatian. Bukan karena lokasinya yang berada di hoek atau komposisi massa bangunan geometrisnya, namun lebih pada fasad bidang kacanya yang “tertutup” oleh susunan bambu. Ditambah pula dengan elemen vegetasi di sekeliling rumah, membuat rumah ini nampak makin rimbun. Tetangga sekitar menyebutnya, rumah bambu.

Kenapa bambu?
Menurut yu sing, bambu dipilih karena mudah diperoleh dan cenderung lebih murah dibanding material pabrikan. Jika bambu menjadi aus seiring berjalannya waktu, tinggal diganti dengan yang baru. Karena itu yu sing sering menyarankan pemilik rumah untuk menanam bambu sendiri di kebunnya. Agar kuat dan tahan lama, sebaiknya bambu diawetkan. Caranya, rendam bambu dalam larutan anti rayap. Lalu, pelitur untuk tampilan lebih mengkilap.

 

Tangga melingkar menjadi elemen menarik di ruang tamu, sebagai akses menuju perpustakaan di area mezanin. Di ruang tengah yang juga berfungsi sebagai ruang makan, dinding dan lantai menggunakan ekspos batu, yang dikombinasi dengan dinding dari batang bambu pada ruang tamu.

 

 

Teras menyatu dengan taman belakang dan kolam. Pergerakan udara dan elemen vegetasi yang ada menciptakan suasana sejuk dan asri.

 

 

 

 

 

Menghadirkan rumah modern yang kental dengan suasana alami memang menjadi idaman pasangan Ida dan Deny. Tak hanya itu, kecintaan mereka pada barang-barang yang berbau etnik juga membuat mereka ingin menghadirkan nuansa etnik Jawa dalam tatanan interiornya. Sehingga, jadilah kolaborasi unik antara modern, etnik dan natural. Berdiri di atas lahan seluas 363 m2, massa bangunan rumah dua lantai ini, memadukan bentuk silinder, kotak, serta segitiga beratap pelana. Lokasinya yang berada di sudut jalan, menempatkan bentuk silinder sebagai respon area sudut lahan. Dinding kaca lebar pada bidang tersebut ditutup penghalang sinar matahari dari susunan batangbatangbambu. Bersisian dengan itu, pada bidang massa fasad yang lain, digunakan material kayu bekas bantalan rel kereta api. Kombinasi kedua material lokal ini, seakan menghadirkan kelembutan dan imaji nafas kehidupan alami, ditengah-tengah karakter beton yang terkesan fabrikan. Untuk memasuki rumah, terdapat dua pintu utama disamping pintu masuk area pelayanan. Pintu masuk pertama, mengarah ke ruang tamu yang terdapat pada massa silinder. Ruangan ini memiliki ketinggian satu setengah lantai, dilengkapi dengan mezanin yang berfungsi sebagai ruang kerja merangkap perpustakaan.

       Sebuah tangga melingkar menjadi elemen menarik di ruangan ini. Dinding ruang tamu dikelilingi bidang kaca lebar, serta bambu sebagai sentuhan natural yang membatasi ruang dalam. Sedangkan pintu masuk kedua, sifatnya lebih personal, karena lebih sering digunakan untuk keluar masuk penghuni rumah. Sebuah lorong dengan langit-langit tinggi menghantar masuk ke dalam, melewati ruang makan, dapur dan berakhir pada teras, kolam ikan dan taman belakang. Kesan terbuka dan menyatu antara ruang dalam dan ruang luar begitu terasa. Selain karena penggunaan material kaca sebagai dinding pembatas, juga karena minimnya pembatas masif yang membatasi antar ruang. Material kaca juga digunakan untuk membungkus area tangga menuju lantai dua. Terdapat juga kayu bekas bantal rel kereta api disusun berjajar, yang berfungsi sebagai penghalang visual dari luar dan panas matahari yang “membungkus” ruang tangga, sekaligus sebagai elemen estetis. Tangga di area ini menghantar menuju ke ruang-ruang yang sifatnya lebih privat seperti kamar tidur utama, dua buah kamar anak, dan ruang keluarga.

 

Fasad depan yang tertutup oleh batang bambu pada massa silinder, membuat rumah ini disebut “rumah bambu”. 

 

 

 

 

 

Dari awal, Ida dan Deny mendambakan rumah dengan sentuhan natural serta penataan interior bergaya etnik Jawa. Pemilihan material batu alam, bambu dan kayu serta adanya taman yang melingkupi rumah mendukung konsep yang diinginkannya. “Desain rumah yang kental dengan sentuhan alami, mengingatkan kita akan suasana villa-villa di Bali, jadi tak perlu jauhjauh ke Bali jika ingin merasakan atmosfer alami,” papar Ida.

 

 

Bukaan ke arah teras, plafon tinggi, atap miring ditutup genteng membuat ruang duduk di lantai atas memiliki sirkulasi udara yang baik. Interior ruangan ditata dengan sentuhan etnik Jawa, dilengkapi susunan genteng bekas bangunan lama untuk menutup dinding.

 

 

       Interior Etnik Jawa Suasana etnik khususnya budaya Jawa, mulai dibangun dari area penerima di lantai dua, hingga masuk ke ruang keluarga. Penggunaan mebel-mebel lawas dari kayu mendominasi tatanan, dikombinasi dengan genteng-genteng bekas pakai yang tersusu rapi dalam posisi tegak lurus menutup dinding. Untuk memperlancar sirkulasi udara, dan juga agar rumah menjadi lapang, konstruksi atap sengaja diekspos. Di ruangan ini juga terdapat tangga menuju attic, yang berfungsi sebagai arena bermain dan perpustakaan kedua putri Ida dan Deny. Hadirnya pencahayaan dan penghawaan alami menjad hal utama yang bisa dirasakan di rumah ini. Ini tak lain untuk mengakomodasi iklim tropis yang menuntut tersedianya banyak bukaan dan cahaya alami. Selain banyaknya bukaan dan kaca, elemen vegetasi yang mengelilingi rumah juga turut mendukung terciptanya uang-ruang yang jauh dari panas.

      Penggunaan material lokal seperti bambu, batu alam memperkuat kesan natural dan rustic, serta mudah dalam perawatan. Bambu misalnya, jika dalam beberapa tahun mendatang menjadi rusak dan lapuk, tinggal diganti baru. Selain harganya tidak terlalu mahal, pemasangannya pun relatif mudah. Selain itu, pemilihan semen ekspos menggantikan warna –warna cat bukannya tanpa alasan. Selain memang suka dengan ekpsresi yang ditampilkan, juga untuk memudahkan perawatan. Jadi, tak perlu pusing untuk mengecat atau ganti warna bila terlihat kusam atau pudar, begitu alasan Ida, sang nyonya rumah.