Bagaimana menghitung BPHTB
- Kategori Induk: PROPERTY & REFERENSI BISNIS
- Diperbarui: Senin, 26 Oktober 2015 08:53
- Ditayangkan: Rabu, 18 Maret 2009 19:49
- Ditulis oleh admin1
- Dilihat: 18744
- 18 Mar
I. Cara Penghitungan BPHTB
Besarnya BPHTB terutang adalah Nilai Perolehan Objek PAjak )NPOP) dikurangi Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP) dikalikan tarif 5% (lima persen)
Secara matematis adalah :
BPHTB = 5% x (NPOP-NPOPTKP)
Contoh :
1. Pada tanggal 6 Januari 2006, Tuan “M” membeli tanah yang terletak di Kabupaten “KK” dengan harga Rp. 50.000.000,-. NJOP PBB tahun 2006 Rp. 40.000.000,-. Mengingat NJOP lebih kecil dari harga transaksi, maka NPOP-nya sebesar Rp. 50.000.000,- Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP) untuk perolehan hak
elain karena waris, atau hibah wasiat yang diterima orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke bawah dengan pemberi hibah wasiat, termasuk suami/istri, untuk Kabupaten “XX” ditetapkan sebesar Rp. 60.000.000,- Mengingat NPOP lebih kecil dibandingkan NPOPTKP, maka perolehan hak tersebut tidak terutang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
BPHTB = 5%x (Rp. 50 juta-Rp. 60 juta) = 5%x0 = Rp. 0 (nihil)
2. Pada tanggal 10 Maret 2003, Nyonya “S” membeli tanah dan bangunan yang terletak di Kabupaten “P” dengan harga Rp. 90.000.000,- NJOP PBB tahun 2003 adalah Rp. 100.000.000,-. Seingga besarnya NPOP adalah Rp. 100.000.000,-. NPOPTKP untuk perolehan hak selain karena waris, atau hibah wasiat yang diterima orang pribadi yang masih dlam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke atas atau satu derajat ke bawah dengan pemberi hibah wasiat, termasuk suami/istri, untuk Kabupaten “P” ditetapkan sebesar Rp. 60.000.000,-. Besarnya Nilai
erolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP) adalah Rp. 100.000.000,- dikurangi Rp. 60.000.000,- sama dengan Rp. 40.000.000,-, maka perolehan hak tersebut terutang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan.
BPHTB = 5% x (Rp. 100 – Rp. 60) juta = 5% x Rp. 40 juta = Rp. 2 juta
3. Pada tanggal 28 Juli 2006, Tuan “S” mendaftarkan warisan berupa tanah dan bangunan yang terletak di Kota “BB” dengan NJOP PBB Rp. 250.000.000,-. NPOPTKP untuk perolehan hak karena hibah wasiat yang diterima orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke bawah dengan pemberi hibah wasiat, termasuk suami/istri, untuk kota “BB” ditetapkan sebesar Rp. 300.000.000,-. Mengingat NPOP lebih kecil dibandingkan NPOPTKP, maka perolehan hak tersebut tidak terutang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
BPHTB = 50% x 5% x (250. – Rp. 300) juta= 50% x 5% x (0)
= Rp. 0 (nihil)
II. Pembayaran BPHTB
Sistem pemungutan BPHTB pada prinsipnya menganut system “self assessment”. Artinya Wajib Pajak Wajib Pajak diberi kepercayaan untuk menghitung dan membayar sendiri pajak yang terutang dengan tidak mendasarkan pada adanya surat ketetapan pajak.
Pajak yang terutang dibayarkan ke Kas Negara melalui Kantor Pos dan atau Bank Badan Usaha Milik Negara atau Bank Badan Usaha Milik Daerah atau tempat pembayaran lain yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan dengan menggunakan Surat Setoran Bea (SSB).
Penetapan
1. Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah saat terutangnya pajak. Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar (SKBPHTBKB) apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain ternyata jumlah pajak yang terutang kurang dibayar. Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam SKBKB ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan untuk jangka waktu paling lama 24 bulan, dihitung mulai saat terutangnya pajak sampai dengan diterbitkannya SKBKB.
2. Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah saat terutangnya pajak, Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar Tambahan (SKBKBT) apabila ditemukan data baru dan atau data yang semula belum terungkap yang menyebabkan penambahan jumlah pajak yang terutang setelah diterbitkannya SKBKB. Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam SKBKBT ditambah dengan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah kekurangan pajak tersebut, kecuali wajib pajak melaporkan sendiri sebelum dilakukan tindakan pemeriksaan.
Penagihan
Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Tagihan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan apabila :
1. Pajak yang terutang tidak atau kurang bayar
2. Dari hasil pemeriksaan SSB terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis dan atau salah hitung.
3. Wajib pajak dikenakan sanksi administrasi berupa denda dan atau bunga.
Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar, Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar Tambahan, Surat Tagihan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan maupun Putusan Banding yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, merupakan dasar penagihan pajak dan harus dilunasi dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak diterima oleh Wajib Pajak. Dan jika tidak atau kurang dibayar pada waktunya dapat ditagih dengan Surat Paksa.