Bebas Permukiman Kumuh di 2025
- Kategori Induk: PROPERTY & REFERENSI BISNIS
- Diperbarui: Senin, 26 Oktober 2015 08:53
- Ditayangkan: Rabu, 03 Maret 2010 23:56
- Ditulis oleh admin1
- Dilihat: 2841
- 03 Mar
rumah adalah hak fundamental rakyat. Namun, pada kenyataannya rumah yang benar-benar
terjangkau serta layak huni hingga kini belum sepenuhnya memadai. Apalagi, jika dilihat dari
tingkat pergeseran pendapatan masyarakat perkotaan yang semakin meningkat otomatis akan
mempengaruhi besarnya tingkat urbanisasi. Bayangkan, jika dalam kurun waktu 20 tahun saja betapa
besarnya pengaruh tingkat urbanisasi di perkotaan.
Kondisi ini tentu akan semakin mengkhawatirkan. Apalagi jika tidak didukung oleh pengambil
kebijakan untuk menfasilitasi kebutuhan akan rumah di perkotaan ditambah dengan keterbatasan
akan lahan. Dampaknya, tentu akan mendorong masyarakat untuk menghuni kawasan-kawasan
yang tak layak huni. Contoh nyata adalah pemukiman yang tumbuh di sepanjang bantaran sungai
dan kolong jembatan. Padahal, sejatinya bantaran sungai di tengah kota termasuk lokasi prima yang
sangat potensial sesuai peruntukkannya.
Pengembangan Kawasan
Lantas, bagaimana solusinya untuk memaksimalkan keterbatasan lahan-lahan potensial di
perkotaan?. Atau melakukan peremajaan serta mendorong likuiditas land banking sebagai terobosan
dalam pengembangan kawasan perumahan dan permukiman?.
Pastinya, keterbatasan lahan di perkotaan untuk dijadikan hunian layak bagi Masyarakat
Berpenghasilan Rendah (MBR) adalah masalah klasik yang sering muncul. Pendeknya, masih banyak
ditemui lahan-lahan kosong -entah itu milik Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ataupun milik Badan
Usaha Milik Daerah (BUMD) yang telah beralih fungsi.
Deputi Menpera Bidang Pengembangan Kawasan, Junus Sulchan mengatakan, pemerintah
sepenuhnya menyadari kalau untuk mewujudkan kebijakan akan pencadangan lahan masih belum
memadai. ”Masih dibutuhkan terobosan untuk pengembangan kebijakan pencadangan lahan, insentif
dan diinsentif serta lainya. Dan, diharapkan ada kebijakan yang mampu mendorong dan menyediakan
perumahan bagi kalangan Masyarakat Berpenghasilan Rendah,” katanya.
Hal yang sama juga disampaikan oleh
Lukman Purnomosidi, Wakil Ketua Umum Kadin
Bidang Perumahan Rakyat & Infrastruktur.
Menurut mantan Ketua Umum REI ini, Kadin
sebenarnya sudah mempunyai visi dan misi
dalam pengembangan dan peremajaan kawasan
permukiman kumuh di perkotaan. ”Yakni,
membuat peta peremajaan untuk kawasan
kumuh di perkotaan. Misalnya, pada beberapa
titik-titik yang paling sering dihantam bankir,”
ungkap Lukman.
Empat Instrumen
Tak hanya itu, Lukman juga tak menampik
bahwa sebenarnya masih banyak stok tanah di
Jakarta yang masih bisa dimanfaatkan secara
maksimal. Hanya saja bila melihat kondisi yang
ada seperti di Jakarta, luas daerah kumuhnya
telah mencapai 8.566 Hektar atau sepertiga
dari total lahan yang ada yakni 65.000 Hektar.
Nah, penanganannya ini memerlukan kebijakan
dan instrumen yang konkret dan terpadu. ”Jadi,
dibutuhkan instrumen kebijakan agar dapat
mengatasi semua permasalahan permukiman
kumuh tersebut,” seru Lukman.
Antara lain mengenai kebijakan akan tata
ruang, program pengembangan kawasan,
infrastruktur, public private partnership dan
transportasi yang kesemuanya berada dibawah
kendali pemerintah. Menurut Lukman, keempat
instrumen tersebut, membutuhkan lembaga
yang berani untuk mengambil langkah maju.
Dalam hal ini Perumnas sebagai milik BUMN dan
Swasta murni yang memiliki kelebihan dalam hal
pendanaan serta lahan.
Oleh karenanya Lukman mengusulkan, perlu
dibangun rusunawa pada lahan potensial di
tengah kota. ”Program rusunami dan rusunawa
sudah cocok untuk menanggulangi back
lock perumahan yang terus naik. Sedangkan
pencapaian target satu juta rumah per tahun
saja masih terkendala akibat lemahnya tatanan
kebijakan pembangunan perumahan rakyat serta
kurangnya supply,” paparnya.
Perumnas Sebagai Inisiator
Mengingat kompleksnya penanganan
masalah permukiman kumuh tersebut, maka
pengembangan perumahan dan permukiman
berbasis kawasan saat ini menghadapi tantangan
yang semakin berat. ”Salah satu isu strategis
yang mendesak adalah masalah keterbatasan
lahan bagi MBR. Sedangkan salah satu alternatif
terobosan yang paling memungkinkan adalah
mendorong kembali Perumnas untuk lebih
fokus dalam aspek pencadangan lahan,” tambah
Junus.
Sementara itu, Direktur Utama Perum
Perumnas, Himawan Ar ief, mengatakan
Perumnas saat ini tengah berkonsentrasi pada
pengembangan land banking yang dimiliki.
Perumnas tengah berkonsentrasi pada kotakota
yang memiliki kepadatan penduduk cukup
tinggi akibat dari urbanisasi dan kelahiran,”
ungkapnya.
Himawan mengatakan pemasalahan yang
dihadapi Perumnas saat kini adalah menipisnya
land banking terutama di daerah-daerah potensial.
”Selain itu, masih sulitnya mengendalikan harga
tanah sehingga pembebasan lahan butuh
waktu panjang. Perumnas pun saat ini tengah
melakukan audit lahan miliknya di daerah untuk
segera dibangun hunian,” ungkapnya.
Pada kesempatan yang sama, mantan Menteri
Perumahan era orde baru, Ir. Cosmas Batubara
mengatakan, permasalahan yang dihadapi
sebuah kota adalah menyediakan hunian bagi
penduduknya. Namun dengan terbatasnya lahan
membuat pengembangan beralih ke kawasan
pinggiran. ”Tingginya tingkat pendapatan di kota,
mengakibatkan tingginya arus urbanisasi. Namun
urbanisasi tidak dibarengi dengan pemenuhan
kebutuhan akan rumah tinggal,” katanya.
Karenanya, Perumnas menurut Cosmas
akan mampu mengimplementasikan semua
program pemerintah bila memiliki dana yang
cukup. ”Kalau saja dana tersedia, maka Perumnas
memiliki keleluasaan mengelola land banking
yang ada,” imbuhnya.
Cosmas menegaskan, sejatinya trigger
pengembangan kawasan dan permukiman
terletak di tangan Perumnas. Sedangkan swasta
tinggal mengikuti alur yang sudah dilakukan oleh
Perumnas saja.
Pekerjaan rumah tersebut tampaknya
harus mampu diselesaikan oleh pengambil
kebijakan di era pemerintahan saat kini.
Dalam hal ini Kemenpera yang baru harus
mempunyai kebijakan tepat dan mampu
mengimplementasikannya ke bawah. Jadi,
program sudah terlihat bentuk dan arahnya, dan
jangan sampai berhenti lagi di tengah jalan.
Pasalnya, jika semua permasalahan mulai dari
terbatasnya land banking, insentif, infrastruktur,
stake holder telah menemukan solusi terbaik,
maka kita tunggu target tahun 2025 Indonesia
akan bebas dari permukiman kumuh.