Hujan Tiba, Jakarta Siaga Satu

Hujan kembali guyur Jakarta, banjir pun melanda. Proyek Banjir Kanal Timur yang diharapkan mampu mencegah banjir, bari bisa selesai akhir tahun 2009. Namun hingga kini progresnya masih terkendala pembebasan lahan milik warga.

Sudah bukan rahasia umum kalau Jakarta sangat rentan terhadap banjir. Sejarah membuktikan sejak masih dijajah Belanda hingga sekarang, Jakarta pernah enam kali dilanda banjir besar, yaitu pada tahun 1621, 1654, 1918, 1979, 1996, 2002 dan terakhir tahun 2007.
Masalah banjir di Jakarta, menurut, A.R Soehoed, mantan Menteri Pekerjaan Umum di era Soeharto, masalah banjir sudah ada sejak tahun 1920.
Kala itu, Jakarta dilanda banjir dua tahun sebelumnya. “Perkiraan pemerintah saat itu, banjir susulan akan sering terjadi lagi seiring dengan dibukanya lahan hutan untuk perkebunan teh di daerah pegunungan di Selatan Bogor.
Sejak itu, tercetuslah rencana pengendalian banjir yang dikenal dengan sebutan rencana van Breen. Secara rinci, rencana ini disebut Perbaikan Tata Air Ibu Kota Batavia. Karena, rencana ini tidak hanya dimaksud sebagai pengendalian banjir melainkan juga guna pengadaan air bagi pembersihan kota di musim kemarau,” kata A.R Soehoed, kepada SH,
Pasalnya, arus banjir dari arah Selatan jauh lebih besar dan pembangunan di Ibu Kota juga semakin meluas termasuk ke arah Timur dan Barat. Atas dasar kondisi tadi, konsep penanggulangan dan pengendalian banjir di Jakarta mengalami penyempurnaan dari waktu ke waktu.
Salah satu alternatif konsep pengendalian dan penanganan banjir di Jakarta adalah dengan membangun Banjir Kanal Barat dan Timur yang melingkari wilayah DKI Jakarta untuk menampung aliran sungai dari hulu langsung ke laut.
Selain itu, kota ini juga merupakan daerah aliran sungai/kali yang menyebar dengan merata di semua wilayah Jakarta. Di bagian timur terdapat Kali Cakung, Kali Jatikramat, Kali Buaran, Kali Sunter dan Kali Cipinang. Di bagian tengah Kali Ciliwung, Kali Cideng dan Kali Krukut. Sedangkan di bagian barat Kali Grogol, Kali Pesanggrahan, Kali Angke, Kali Mookevart dan Kali Sekretaris, diproyeksi bisa tertampung lewat sungai buatan ini, untuk kemudian  dilepas ke laut.
Namun sejak diresmikan pada 10 Juli 2003 oleh Presiden Megawati Sukarnoputri, hingga kini pembangunannya terkesan masih lamban. Factor utama yang jadi penghalang, adalah lambannya pembebasan lahan milik warga yang terkena  proyek BKT ini.
Berbagai upaya untuk segera menyelesaikan proyek ini sesuai target pada tahun 2010 sudah dilakukan, termasuk mengucurkan dana yang cukup besar untuk pembebasan lahan dan pembangunan konstruksi. Warga di wilayah Jakarta Timur dan sebagian di Jakarta Utara, yang lahannya terkena proyek ini meminta tanah mereka dihargai di atas nilai jual objek pajak (NJOP), sementara Pemda DKI hanya mau berkompromi pada NJOP. Hingga awal Desember tahun ini, lahan yang sudah dibebaskan untuk BKT menurut Wali Kota Jaktim, Koesnan Abdul Halim masih 12 persen atau sekita 36 hektare.
Pemda Jakarta Timur tetap optimis dapat menyelesaikan pembebasan lahan di 11 kelurahan dengan lancar. “Saya sadar pembebasan lahan proyek ini terkesan jalan di tempat, namun saya yakin, semuanya akan berjalan lancar seiring dengan waktu yang ditentukan,” tutur Koesnan lagi. Pemerintah DKI Jakarta mentargetkan pembebasan lahan milik warga itu akan selesai pada  April 2009, dan pembangunan fisik akan dimulai pada Nopember 2009.
 Sementara itu, Pitoyo Subandriyo, pimpinan proyek BKT mengaku kalau keterlambatan pencapaian target proyek bukan karena kerja tim yang tidak maksimal, tetapi semua itu terjadi karena keterbatasan kemampuan memindahkan penduduk di sepanjang tepi sungai. Menurutnya, walaupun BKT yang direncanakan selesai pada 2010 terwujud, genangan air tetap akan ada di beberapa tempat, khususnya yang berada di daerah rendah.

Sedangkan mengenai progress pembangunan Banjir Kanal Timur (BKT), Pitoyo menuturkan, hingga saat ini lahan yang masih belum dibebaskan masih sekitar  28 persen. Namun pihak Pemerintah Provinsi DKI Jakarta selaku pihak yang melakukan pembebasan, berjanji seluruh proses tersebut akan selesai paling lambat pada April tahun depan.
Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto menegaskan, proyek banjir kanal akan selesai pada akhir bulan November 2009. “Proyek banjir Kanal Timur akan selesai, harapan kita akhir 2009 bisa selesai” tuturnya.
Ditambahkannya, progres proyek ini sudah lebih dari lima puluh persen pengerjaan, dan targetnya dalam waktu satu tahun bisa rampung.”Belum tembus dari sepanjang 23,5 km, sekarang sudah tergali 15 km, harapan saya semoga tidak ada kendala lagi soal pembebasan tanah, Pak Gubernur sepakat dengan kami untuk bisa selesai pada 2009,” tambahnya.
 Mengenai program penanggulangan banjir pada tahun ini, Departemen PU telah melakukan antisipasi persiapan  banjir di antaranya dengan melakukan percepatan pembangunan irigasi-irigasi di berbagai titik rawan banjir.  “Sebenarnya usaha-usaha kita untuk mencegah banjir tidak dilakukan menjelang musim hujan saja. Jadi setelah musim hujan kita perbaiki. Besok pagi saya akan rapat tanggal 30 Oktober dengan Pemda DKI untuk lakukan persiapan agar jika terjadi banjir tidak parah,” serunya.
Rp. 22,3 T Untuk Tangani Banjir
Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo menyatakan, Pemprov DKI Jakarta akan memprioritaskan kelanjutan pembangunan banjir kanal timur sebagai salah satu upaya Untuk menanggulangi permasalahan banjir di Jakarta.
Untuk menangani banjir, Pemda DKI sendiri membutuhkan dana sebesar 22,3 triliun. Dana itu nantinya akan digunakan  untuk normalisasi saluran makro, sub makro dan pembangunan polder.
Pemprov DKI Jakarta mendata penyebab banjir di Ibu Kota, yaitu permukaan tanah yang lebih  rendah 40 persen dari dari permukaan laut, populasi  penduduk yang mencapai 9,5 juta jiwa dengan tingkat kepadatan 13.000 - 15.000 orang per kilometer per segi, 13 sungai yang melewati Jakarta, terjadi penurunan permukaan tanah, naiknya permukaan air laut yang diprediksikan akan  mencapai 80-120 cm pada tahun 2025 nanti, curah hujan di atas normal, dan perilaku masyarakat yang suka buang sampah ke sungai serta menempati bantaran sungai.
Untuk mengatasi persoalan banjir yang mengancam Jakarta saban tahun itu, pembangunan BKT saja tidak cukup. Meski telah menentukan target waktu tahun 2012 pembangunan polder, waduk dan normalisasi sungai selesai dikerjakan, Prijanto dalam konsepnya itu tidak secara jelas menyebutkan tahapan pembangunan atau pengerjaan proyek tersebut.
“Kami sudah siaga dengan perencanaan hingga 2011. Banjir di Jakarta habiskan dana hingga Rp8 triliun,” ungkap Foke.
Hal senada juga diungkapkan Wagub DKI Prijanto. Dalam paparannya, wagub mengatakan, penanganan banjir di Jakarta konsepnya mengalihkan air sungai ke Banjir Kanal Timur (BKT) dan Banjir Kanal Barat (BKB). BKT, jelas Prijanto, akan mengalirkan air dari 5 sungai yaitu, Kali Sunter Timur, Cakung, Buaran dan Jati Kramat. “Ini hanya meminimalisir banjir, bukan berarti tidak ada banjir,” katanya. Lahan seluas 15.401 hektar di bagian utara BKT, kata Prijanto, tetap terkena ancaman banjir karena banyak aliran sungai yang tidak terpotong. Hal sama juga dialami daerah bagian selatan BKT.
“Karena itu, kami sedang berencana untuk membangun waduk di sekitar Halim. Saat ini kami masih negoisasi dengan TNI AU untuk membeli lahan mereka seluas 5 hektar. Pembangunan waduk kami rencanakan dimulai pada akhir 2009 nanti,” tutur Wagub.
Sementara untuk penanggulangan banjir di wilayah utara Jakarta, pemprov berencana membuat polder penampung air berbentuk memanjang, dilengkapi pompa penyedot air. Saat ini yang sudah dibangun polder Sunter Timur I, Don Bosco, Sunter Timur III, Kodamar, Dewa Ruci dan Tugu Selatan.

Untuk daerah tengah Jakarta penanggulangan banjir dengan polder penampungan Melati Siantar. Polder ini akan menyerap air yang menggenangi Jalan Sudirman, kemudian menyalurkannya ke BKB. “Tapi folder ini perlu direvatalisasi dengan dana sebesar Rp158 miliar,” jelas Wagub.
Untuk kawasan Monas, Gajah Mada, Hayam Wuruk dan sekitarnya dialirkan ke polder penampungan Pluit seluas 40 hektar dengan dana revatilisasi Rp514 miliar. Sementara untuk kawasan barat Jakarta disiapkan polder Jelambar, Teluk Gong, Foglar, Green Garden, Rawa Buaya, Cengkareng Timur dan Penjaringan. “Untuk luar Jakarta, kami sudah konsolidasi dengan Pemprov Jawa Barat untuk membangun waduk Ciawi, kami juga berharap Pemprov Jabar merestrukturisasi situ Cipondoh,” papar Prijanto lagi.
Namun sangat disayangkan bila fungsi dari proyek tidak maksimal karena tidak adanya peran serta masyarakat umum, kuhusunya yang berada di bantaran sungai. Secara logika, Indonesia merupakan negara yang curah hujannya sangat tinggi. Dan letak kota Jakarta lebih rendah dari pada kawasan penyangganya. Jika tidak dikendalikan, air hujan akan langsung mengalir ke hilir tanpa ada halangan.
Memang, pengendalian banjir, tidak dapat sepenuhnya diserahkan kepada Pemprov DKI Jakarta. Tetapi, perlu ada campur tangan dan pemberdayaan masyarakat. Seperti, membuat sumur resapan atau membuat lubang biopori di halaman rumah agar air hujan bisa langsung meresap ke dalam tanah.
Dengan tindakan tersebut, berarti memungkinan setiap rumah membentuk zero out flow. Artinya selama turun hujan, air langsung ditampung. Atau, k etimbang membangun kanal baru, lebih baik membenahi saluran-saluran yang sudah ada. Misalnya, mengeruk muara sungai, membongkar atau mendesain ulang bangunan yang mempersempit alur dan menghalangi sampah, serta mengembalikan alur sungai.
Dengan demikian Proyek Banjir Kanal Timur bisa ditunda untuk 50 tahun ke depan. Alternatif lain, dengan membangun waduk di hulu untuk menahan air saat musim hujan dan cadangan air di musim kemarau. Meski ide yang usang tapi patut dicoba bukan?.