NYAMAN, NAMUN TERJANGKAU

   Saat kini, jarak tak lagi menjadi pertimbangan utama bagi konsumen dalam membeli properti residensial. Yang penting adalah kenya-manan, baik dalam akses yang menunjang mobilitas maupun suasana lingkungan tempat tinggal. Tanpa akses yang baik, perjalanan bisa terasa sangat melelahkan lantaran hambatan kemac-etan yang mengular – pelu-ang bisnis pun dapat turut melayang akibat waktu yang terbuang percuma.

    Rumah adalah tempat kita pulang setelah seharian beraktivitas, guna kembali berkumpul bersama keluarga dan melepas lelah. Karena itu, pertimbangkan pula keindahan lingkungan dan kelengkapan fasilitas. Selain menyegarkan mata yang lelah, lingkungan yang hijau asri dibutuhkan guna memproduksi pasokan udara segar, mencegah banjir, sekaligus menjaga ketersediaan air tanah secara berkesinambungan.

    Keberadaan taman umum, bahkan dapat dimanfaatkan sebagai area untuk bersosialisasi sekaligus tempat bermain anak di luar ruang.  Sedangkan kelengkapan fasilitas, akan sangat memudahkan dan membuat penghuni lebih nyaman dalam menikmati waktu luang. Fasilitas penting seperti sarana kesehatan dan pendidikan, tak boleh terlalu jauh dari rumah. Demikian pula tempat belanja kebutuhan hidup. 

    Sebelum memastikan pilihan akan hunian yang hendak dibeli, sebaiknya pertimbangkan faktor 3 K ini sebagai panduan : Keinginan, Kebutuhan, dan Kemampuan. Cermati dengan baik, karena ketiganya kadang sering berlawanan arah. Utamakan yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan, karena untuk mewujudkan yang sesuai keinginan toh dapat dilakukan kelak di kemudian hari – misalnya melalui renovasi.

   Beberapa pengembang, dengan cerdik mengadopsi kebutuhan masyarakat akan rumah sehat yang nyaman, dengan harga relatif terjangkau. Bahkan, rumah kelas menengah tersebut tampil cantik dalam balutan desain minimalis. Tinggal pilih mana yang sesuai budjet anda. Namun sebisa mungkin, utamakan bangunan yang memiliki desain tata ruang yang dapat menunjang kesehatan keluarga. Perhatikan jumlah bukaan dan lebar jendela, serta ketinggian plafon, yang dapat mempengaruhi sirkulasi udara.

Tanggung Jawab Semua Pihak

   Menurut F. Teguh Satria - mantan Ketua Umum DPP REI periode 2007 – 2010 dan Presiden FIABCI  (Federasi Realestat Sedunia) kawasan Asia Pasifik periode 2011 – 2012, semua pihak harus ikut bertanggung jawab dalam penyediaan rumah bagi masyarakat, khususnya bagi kelas menengah bawah. Dalam urusan pekerjaan, seharusnya para pemberi kerja juga bertanggung jawab, menyediakan rumah untuk pegawainya seperti dilakukan di Singapura.

   Dalam tabungan ini, ada sharing antara pekerja dan pemberi kerja. Filosofi seperti inilah yang sebenarnya harus dipakai. Di Indonesia, ironisnya, pemerintah tidak memberi contoh. Ada Bapertarum PNS, tapi hanya one way traffic. Yang dipotong hanya PNS, dimasukkan ke tabungan perumahan. Seharusnya sebagai pemberi kerja PNS, pemerintah juga ikut sharing. Komposisinya terserah bisa 50:50, tapi ada kewajiban pemberi kerja, yang pada nantinya diwujudkan dalam penyediaan perumahan.

   “Demikian pula seharusnya pada sektor swasta. Sebagian gaji pegawai dipotong untuk tabungan perumahan, dan pemberi kerja juga diwajibkan bertanggung jawab. Semua pihak wajib bergotong royong,” tandas Teguh.

Solusi Melalui Kredit Perumahan

  Untuk pembiayaan atas residensial yang hendak dibeli, konsumen dapat mengangsur via Kredit Kepemilikan Rumah. Untuk mendukung keinginan masyarakat memiliki rumah tinggal, Menpera membuat FLPP, sehingga kelas menengah ke bawah bisa mengakses kredit sampai Rp 80 juta. Untuk rumah berukuran hingga maksimal 36 meter persegi, bahkan tidak dikenakan PPN. Saat ini, jumlah suku bunga bank cukup bersaing. Banyak bank yang menawarkan suku bunga dibawah 2 digit.

  Namun untuk approval, biasanya lebih mudah didapat jika konsumen mengajukan fasilitas pembiayaan tersebut pada bank atau lembaga keuangan langganan mereka.  Hal ini karena besarnya Risiko Kredit setiap debitur berbeda, tergantung pada penilaian Bank atas Risiko Debitur dengan mempertimbangkan kondisi keuangan debitur, prospek pelunasan kredit, prospek sektor industri debitur, dan jangka waktu kredit.

   Dengan demikian, besarnya suku bunga kredit yang dikenakan kepada debitur belum tentu sama dengan Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) yang merupakan suku bunga dasar yang digunakan oleh Bank sebagai acuan dalam penentuan suku bunga kredit kepada debitur. SBDK belum memperhitungkan Risiko Kredit yang ditanggung.“Jangan takut beli rumah. Selain sebagai tempat tinggal, properti juga merupakan sarana investasi. Ketika suplai berkurang, harga properti otomatis akan melambung tinggi.

  Untuk kawasan tertentu, sebuah rumah bahkan dapat menjadi collector’s item, dimana harga jualnya dapat lebih tinggi dari harga pasar. Karena itu, konsumen harus cermat dalam membidik properti. Adapun pembangunan infrastruktur di wilayah timur & barat Jakarta yang semakin baik, membuat keduanya layak diperhitungkan sebagai wilayah yang potensial,” ungkap Ir. Setyo Maharso, Ketua Umum DPP REI (Real state Indonesia) periode 2010 - 2013.