Mengembalikan derajat bank
- Kategori Induk: PROPERTY & REFERENSI BISNIS
- Diperbarui: Senin, 26 Oktober 2015 08:53
- Ditayangkan: Selasa, 07 April 2009 22:07
- Ditulis oleh admin1
- Dilihat: 2376
- 07 Apr
Saat ini geliat usaha bank melenceng jauh dari hakikat dasarnya. Perbankan juga lebih mementingkan keuntungan sesaat ketimbang menyalurkan kredit lebih banyak untuk kemakmuran bangsa.
Sejak Oktober 2007, total dana masyarakat yang dihimpun perbankan nasional mencapai Rp 1.419 triliun. Dana tersebut pada dasarnya merupakan milik dari individu atau institusi yang kelebihan uang. Dari total dana pihak ketiga (DPK) tersebut, ternyata yang disalurkan sebagai kredit hanya sekitar Rp 937 triliun. Berarti, ada sekitar Rp 482 triliun yang tidak diintermediasikan oleh bank.
Dengan berbagai macam alasan, perbankan malah menempatkan sebagian besar dana tersebut pada Sertifikat Bank Indonesia (SBI)—suatu praktik yang sejatinya hanya menjadi beban bagi perekonomian negeri ini. Di satu sisi, banyak dana berlebih di negara ini. Namun, pada saat bersamaan banyak pula orang yang menjadi miskin karena tak bisa meminjam modal untuk usaha.
Pertanyaannya, di manakah fungsi perbankan? Bukankah perbankan pada hakikatnya menjadi intermediasi antara si kaya dan si miskin agar tercipta kesejahteraan yang lebih luas? Fakta lain menunjukkan, perbankan merupakan salah satu industri dengan level keuntungan terbesar. Laba bersih perbankan nasional per Oktober 2007 sebesar Rp 30 triliun. Rata-rata rasio laba terhadap aset (return on asset/ROA) bank 2,83 persen. Namun, di sisi lain, suku bunga kredit yang dikenai bank kepada para nasabahnya masih terlampau tinggi, sekitar 13-15 persen per tahun. Sementara suku bunga tabungan hanya 3 persen per tahun.
Dampaknya, banyak pengusaha mikro dan kecil, yang sebenarnya sangat membutuhkan modal, enggan meminjam uang dari perbankan. Mereka khawatir tidak sanggup membayar cicilan. Dengan suku bunga kredit yang relatif tinggi, perbankan bukannya menyebarkan kesejahteraan, malah makin memperparah tingkat kemiskinan. Dampak lainnya, laju perekonomian negara pun tersendat.
Munculnya stimulan baru berbasis syariah menjadi harapan di tengah krisis global yang melanda dunia. Perbankan syariah menjadi harapan bangsa Indonesia sebagai benteng pertahanan ekonomi bangsa. “Kegiatan ekonomi dilandaskan oleh kegiatan yang spekulatif tapi harus yang riil,” ujar Gubernur BI Boediono.
Krisis keuangan global di satu sisi telah membawa hikmah bagi perkembangan perbankan syariah. Masyarakat dunia, para pakar dan pengambil kebijakan ekonomi, tidak saja melirik tetapi lebih dari itu mereka ingin menerapkan konsep syariah ini secara serius. Di Indonesia prospek perbankan syariah makin cerah dan menjanjikan.
Indonesia memiliki potensi yang sangat besar sebagai penyedia produk dan jasa perbankan syariah, serta instrumen investasi berbasis syariah dan menjadi pemain berskala global dalam komunitas keuangan syariah internasional sebagai salah satu Syariah Financial Hub. Dan sesuai dengan Grand Strategy Pengembangan Pasar Perbankan Syariah, diharapkan pada tahun 2009 perbankan syariah Indonesia dapat menjadi yang paling atraktif di ASEAN.
Tingginya tingkat pertumbuhan aset perbankan syariah secara global dibandingkan dengan tingkat pertumbuhan perbankan konvensional serta meningkatnya pertumbuhan perbankan syariah di tingkat nasional yang sangat impresif yaitu mencapai rata-rata 60% per tahun. Aset perbankan syariah di Indonesia sampai dengan Juli 2008 tercatat 2.97% dari total aset perbankan, sedangkan untuk BPR Syariah tercatat 4.58% dari total aset BPR.
Dari sisi kelembagaan, jaringan operasional perbankan syariah mengalami peningkatan jangkauan yang cukup signifikan sampai dengan triwulan ketiga tahun 2008. Outley pelayanan mengalami penambahan sebanyak 130 kantor cabang dari jaringan kantor dibawah kantor cabang baik berasal dari BUS dan UUS. Secara geografis, penyebaran jaringan kantor perbankan syariah saat ini telah menjangkau masyarakat di lebih dari 89 kabupaten/ kota di 33 propinsi. Partisipasi itu lebih rendah dari asuransi 50,8%. Di Indonesia, pertumbuhan dan perkembangan perbankan syariah juga tumbuh makin pesat, secara fantastis.
Prospek Perbankan Syariah 2009
Industri perbankan syariah diharapkan akan mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi pada tahun 2009. Proyeksi ini diambil dengan mempertimbangkan beberapa kondisi, Kinerja permintaan domestik masih relatif tinggi di tengah ketidakpastian ekonomi global, industri perbankan syariah nasional masih dalam tahapan perkembangan awal dan belum memiliki tingkat integritas yang tinggi dengan sistem keuangan global dan tidak memiliki srafitikasi transaksi yang tinggi.
Ekposur pembiayaan perbankan syariah masih didominasi olem pembiayaan pada aktivitas perekonomian domestik, artinya masih dapat bertumbuh dengan cepat sebagaimana kinerja pertumbuhan pembiayaan yang tinggi sampai akhir tahun 2008 dengan kinerja pembiayaan yang cukup baik.
Disisi lain, kinerja ekonomi sektor riil berupa peningkatan inflasi diikuti penurunan konsumsi yang terus terjadi sejak awal tahun tahun 2008 memberikan tekanan pada pertumbuhan pembiayaan perbankan syariah mulai triwulan ke-2 tahun 2008. Perlambatan pertumbuhan ekonom dunia dalam periode waktu yang cukup panjang akan menyebabkan tekanan likuiditas pada sistem perbankan nasional, termasuk perbankan syariah.
Diperkirakan, semakin banyak nasabah korporasi akan menarik dana sebagai implikasi dari penurunan kondisi usaha. Secara makro, otoritas moneter akan berusaha mempertahankan nilai tukar untuk mencegah terjadinya capital outflow yang ditandai oleh peningkatan suku bunga yang relatif tinggi. Sementara itu, adanya angin segar tersedianya dana investasi global yang berlimpah, terutama yang berasal dari kawasan berpenghasilan minyak bumi dari timur tengah, siap dialirkan ke berbagai tujuan investasi di seluruh dunia.
Perkiraan besarnya surplus dana investasi ini mencapai sekitar 1,5 triliun dollar AS pada tahun 2009.
Perbankan syariah nasional di tahun 2009 diperkirakan masih akan berada pada tahun 2009 yang masih berada dalam fase highgrowth-nya. Optimisme tersebut didasarkan pada asumsi, bahwa faktor-faktor yang mempercepat pertumbuhan industri perbankan syariah akan dapat dipenuhi, antara lain realisasi konversi beberapa UUS (unit-unit syariah) menjadi BUS, implementasi UU No. 21 tahun 2008 tentang perbankan syariah, Implementasi UU No. 19 tahun 2009 tentang SBSN (obligasi syariah), serta dukungan dari amandemen UU Perpajakan.
Tahan Banting
Negara barat mulai melirik konsep perekonomian syariah sejak krisis kapitalisme menimpa mereka. Alasannya, sebagai salah satu alternatif lantaran perbankan syariah hampir tak tersentuh dampak besar krisis global. Prinsip syariah yang bersifat universal membuatnya dapat diterapkan di berbagai negara, dan dalam hal ini umat Islam pun berperan sebagai faktor katalis untuk mengakselerasi pertumbuhan perbankan syariah, artinya Bank Syariah harus menunjukkan kinerja terbaiknya sebagai mitra sektor riil.
Sementara itu, ketahanan perbankan syariah bisa bertahan lama asal saja prinsip syariah benar-benar dijalankan para pelaku. Ditengah badai krisis, sistem industri syariah nasional justru harus menawarkan keunggulan prinsip-prinsipnya kepada masyarakat. Kondisi ini harus dimanfaatkan para pelaku usaha syariah dengan baik untuk mengembangkan perbankan syariah nasional.
Terkait dengan industri perbankan syariah, Bank Indonesia (BI) merevisi target pencapaian total aset perbankan nasional dari tahun ini dan tahun depan menjadi tahun 2010. Menurut Deputi BI, Siti Fadjirah diundurnya pencapaian target tersebut karena kondisi ekonomi saat ini memang melambat.
Ada empat hal yang diterapkan oleh Bank Syariah kepada Bank Indonesia dan pemerintah agar Bank Syariah berkembang lebih cepat. Pertama, adanya instrumen likuiditas. Kedua, kalau mau tumbuh lebih cepat, pemerintah telah menurunkan kewajiban modal untuk pendirian bank yang baru, sekitar Rp. 500 miliar. Ketiga, adanya kejelasan dan kepastian mekanisme spin off. Keempat, yang di harapkan di Indonesia khsususnya di Bank Syariah persoalan pajak harus benar-benar selesai. Setidaknya momentum krisis keuangan global sebagai momentum untuk memperbaiki kinerja syariah nasional, justru dalam kondisi krisis seperti ini, perbankan syariah perlu menunjukan kinerja terbaiknya sebagai mitra sektor riil.
Dengan menjadi pusat ekonomi syariah maka akan membuka peluang lebih luas untuk memanfaatkan sumber-sumber pembiayaan dari pasar keuangan syariah Internasional untuk mendukung program pembangunan nasional guna mencapai kemakmuran dan kesejahteraan rakyat secara optimal.
“Kegiatan ekonomi dilandaskan oleh kegiatan yang spekulatif tapi harus yang riil,” ujar Gubernur BI Boediono.