Tingkatkan Kesadaran tentang Depresi, Johnson & Johnson Indonesia Luncurkan Kampanye #MoreThanBlue

Depresi sebagai gangguan yang tidak dapat diobati adalah sebuah mitos. Memahami penyebab, gejala, dan mendapatkan bantuan dari para ahli, sangat dibutuhkan bagi penderita depresi.

Gangguan depresi mempengaruhi sebanyak 86 juta orang di Asia Tenggara. Pada umumnya, orang mengira mereka tahu tentang depresi, tetapi mereka tidak memahaminya. Penanganan depresi saat ini di Asia baru menyentuh puncak gunung es. Bahkan, terdapat stigma sosial seputar depresi di Asia Tenggara, termasuk Indonesia – masyarakat terus menstigmatisasi (memberikan stigma negatif) orang dengan depresi karena alasan budaya, agama, atau profesional. Hal ini dapat menyebabkan pasien merasa malu, minder dan merasa tidak diterima. Di Indonesia, data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 menunjukkan lebih dari 19 juta penduduk berusia lebih dari 15 tahun mengalami gangguan jiwa emosional, dan lebih dari 12 juta penduduk berusia lebih dari 15 tahun mengalami depresi.

Kampanye Edukasi Tentang Depresi #MoreThanBlue

Johnson & Johnson, di tingkat global telah berdedikasi untuk meningkatkan tingkat kesembuhan penderita gangguan jiwa selama lebih dari 60 tahun. Bahkan selama lebih dari setengah abad terakhir, Janssen Pharmaceutical Companies of Johnson & Johnson telah menemukan, mengembangkan, dan meluncurkan banyak pengobatan inovatif untuk kondisi yang memengaruhi otak dan sistem saraf pusat. Johnson & Johnson juga memperluas akses ke perawatan kesehatan mental untuk populasi yang paling rentan dan kurang terlayani di dunia, dimulai di Rwanda. Selain itu, perusahaan juga mendukung program kesehatan mental yang menyediakan sumber daya untuk mendukung petugas kesehatan garis depan di seluruh dunia.

Dokumen White Paper di wilayah Asia Pasifik yang dipublikasikan pada tahun 2021 bertajuk “Rising Social and Economic Cost of Major Depression: Seeing the Full Spectrum” yang disponsori oleh Johnson & Johnson Pte. Ltd. Dan dilakukan oleh KPMG Singapura, mengungkapkan bahwa Asia Pasifik memiliki tingkat penyakit depresi dan penyakit jiwa yang jauh lebih tinggi dibandingkan wilayah lain di dunia. Dokumen tersebut menyoroti bahwa orang yang hidup dengan depresi 40% kurang produktif daripada individu yang sehat.

Johnson & Johnson Indonesia bertempat di Unika Atma Jaya secara resmi meluncurkan kampanyenya di Indonesia yang bertajuk Let's get to know depression! The Great Blue Sea of Depression dengan tagline #MoreThanBlue untuk meningkatkan kesadaran akan depresi dan menekankan pentingnya mencari pengobatan. Seminar secara hybrid (luring dan daring) dan terbuka bagi masyarakat umum ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran tentang depresi dan dihadiri oleh peserta yang sebagian besar adalah mahasiswa, termasuk rekan-rekan media.

Sebagai bagian dari peluncuran kampanye ini, Johnson & Johnson Indonesia memperkenalkan penggunaan cerita komik, melalui karakter Alex, sebagai cara untuk menyebarkan edukasi tentang depresi. Melalui cerita komik ini, masyarakat umum dan generasi muda dapat belajar dan mengenal tentang depresi, dampaknya, serta tanda dan gejala untuk mengenalinya. Program ini mendorong orang untuk mendapatkan informasi (mengenali tanda-tanda depresi dan dampaknya), mendapatkan skrining (menyadari bahwa mereka tidak sendirian dan dapat disembuhkan), dan mendapatkan bantuan (berkonsultasi dengan tenaga kesehatan profesional dan menerima perawatan yang tepat).

Tujuan dari kampanye ini adalah untuk membantu pasien mengenali gejala depresi dengan menciptakan percakapan bahwa depresi tidak semuanya sama, melainkan sebuah spektrum, dan memberdayakan para penderita untuk mencari pengobatan yang tepat. Mampu mengenali gejala depresi dapat membantu kaum muda mencari bantuan profesional sejak dini dan mendorong orang lain untuk melakukan hal yang sama.

Beberapa gejala gangguan depresi mayor adalah rasa sedih yang terus menerus, pesimis, rasa tidak berdaya, gampang tersinggung, insomnia, sulit makan, menarik diri hingga melakukan usaha untuk bunuh diri. Maka, apabila Anda atau keluarga atau teman Anda mengalami gejalagejala tersebut dan dugaan menderita gangguan depresi mayor, terutama bila ada niat untuk melukai diri sendiri dan/atau bunuh diri, maka sangat disarankan untuk segera berkonsultasi pada tenaga kesehatan jiwa profesional, seperti psikiater, dokter umum, atau psikolog.

Depresi Bisa Diobati

Mitos umum tentang depresi adalah bahwa gangguan ini tidak dapat diobati. Namun, sebenarnya depresi adalah salah satu kondisi kesehatan mental yang paling bisa diobati. Tanpa pengobatan, penyakit dan gangguan jiwa dapat mempengaruhi hubungan individu dengan keluarga dan teman-teman mereka, karir profesional dan kualitas hidup mereka secarakeseluruhan. Orang yang menderita depresi dapat menghadapi konsekuensi yang berbahaya dan bahkan fatal karena hampir tidak mungkin mereka mampu menghadapi depresi sendirian.

Devy Yheanne, Country Leader of Communications & Public Affairs for Johnson & Johnson Pharmaceutical in Indonesia & Malaysia mengatakan, “Kita perlu menghilangkan stigma terhadap depresi di Indonesia. Ini adalah kondisi yang dapat diobati, terutama ketika orang dapat mengenali gejalanya sejak dini dan mencari pengobatan jika diperlukan. Kampanye #MoreThanBlue membahas masalah ini dan mendorong masyarakat untuk memahami penyebab, gejala, dan mendapatkan bantuan yang sangat dibutuhkan dari para ahli.” Meningkatkan kesadaran tentang depresi adalah salah satu langkah pertama untuk mendapatkan bantuan yang mereka butuhkan.

Dalam seminar ini, Psikiater Dr Eva Suryani, Sp.KJ mengatakan bahwa kondisi penderita gangguan kesehatan jiwa, termasuk depresi dapat menjadi lebih buruk. Beliau menjelaskan, “Depresi itu seperti samudera biru yang dalam. Orang dengan depresi sering merasa seperti tenggelam di bawah ombak. Depresi juga datang pada berbagai tingkat kedalaman; semakin dalam depresinya, semakin gelap warnanya. Orang harus menyadari bahwa memahami kondisi dan gejalanya dapat membantu pasien. Ketidakseimbangan kimia dapat menyebabkan depresi, namun depresi dapat dikelola dan diobati oleh tenaga kesehatan profesional.”

Unika Atma Jaya menyambut baik dan mengapresiasi inisiatif Johnson & Johnson Indonesia untuk secara terbuka membahas tentang depresi dan memberikan edukasi. Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Alumni Unika Atma Jaya Dr. Agustinus Prajaka Wahyu Baskara, S.H., M.Hum. menyadari pentingnya diadakannya program ini, terutama di kalangan mahasiswa dan generasi muda. “Unika Atma Jaya terus berkomitmen sebagai pendamping mahasiswa selama di kampus dalam mengembangkan diri dan berproses menjadi pribadi yang mempunyai iman kuat, unggul, professional dan saling peduli,” ujarnya. Menurutnya kaum muda berpotensi menghadapi banyak stress, tentunya peran orang terdekat juga mempunyai pengaruh kuat. Peran kampus juga menjadi teman untuk memberi ruang bagi kaum muda dalam berdinamika mengenal dan mengembangkan dirinya.

Fadhil Farendy, S, Psi., C.Me., merupakan perwakilan dari Into The Light Indonesia Suicide Prevention Community for Advocacy, Research, and Education (SP-CARE), sebuah komunitas berbasis kepemudaan yang didirikan pada tahun 2013 dengan fokus menjadi pusat advokasi, penelitian, dan pendidikan tentang pencegahan bunuh diri dan kesehatan mental di Indonesia. Organisasi ini menjunjung tinggi pendekatan berbasis bukti dan hak asasi manusia dalam kerjasamanya dengan berbagai universitas, komunitas, organisasi sosial, kementerian, dan organisasi nasional dan internasional.

Acara seminar juga turut dihadiri oleh Fadhil Farendy, S, Psi., C.Me., yang merupakan perwakilan dari Into The Light Indonesia Suicide Prevention Community for Advocacy, Research, and Education (SP-CARE), sebuah komunitas berbasis kepemudaan yang didirikan pada tahun 2013 dengan fokus menjadi pusat advokasi, penelitian, dan pendidikan tentang pencegahan bunuh diri dan kesehatan mental di Indonesia. Selain Fadhil, Maureen Audreyla selaku Ketua dari WELCOME (We Love Counseling and Mental Health) di Fakultas Psikologi Unika Atma Jaya. Selaku Unit Kegiatan Mahasiswa, WELCOME bertujuan meningkatkan kesadaran akan kesehatan jiwa di kalangan mahasiswa termasuk di ranah media sosial mereka, dan membantu mengatur sesi konseling bagi siswa.