Ekosistem Digital BAKTI Berdayakan UMKM Lokal Berdayasaing Nasional

Masyarakat di daerah 3T (terdepan, terluar, tertinggal) kini mulai merasakan manfaat nyata dengan hadirnya jaringan telekomunikasi lewat BAKTI KOMINFO. Tidak hanya fokus membangun infrastruktur, namun BAKTI secara berkala juga membangun ekosistem digital di daerah tersebut.

Menurut Danny Januar Ismawan, Direktur layanan TI untuk Masyarakat dan pemerintah BAKTI KOMINFO, kehadiran jaringan telekomunikasi di daerah 3T tidak akan menimbulkan sebuah nilai positif jika pemanfaatannya tidak dilakukan secara optimal. Oleh karenanya BAKTI melakukan solusi ekosistem digital dengan 3 pilar utama, yakni Digital Citizen, Digital Economy, dan Digital Government.

Dalam rencana strategis KOMINFO 2020—2024 terkait Ekonomi Digital, BUMDES dan UMKM menjadi salah satu solusi untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dan ketahanan pangan di wilayah pedesaan. Untuk mewujudkannya, BAKTI menggandeng beberapa pihak untuk berkolaborasi memajukan UMKM di daerah 3T, salah satunya dengan idEA (Asosiasi E-Commerce Indonesia).

Kondisi pandemi saat ini adalah momentum lahirnya transformasi UMKM ke arah digital market atau e-commerce. Transaksi selama pandemi meningkat sangat signifikan. Sebagai gambaran, di tahun 2020 saja terjadi peningkatan jumlah UMKM yang bergabung di e-commerce dan online marketing pada level menengah. Dan di tahun yang sama, terjadi kenaikan transaksi e-commerce sebesar 29,6% dari Rp205,5 triliun pada 2019 menjadi Rp266,3 triliun.

“Kita harus melihat bahwa pandemi ini memiliki hikmah tersediri. Masyarakat di daerah 3T secara tidak langsung dipaksa oleh kondisi untuk bisa beradaptasi secara cepat melakukan adopsi teknologi yang hadir di daerahnya akibat akselerasi jaringan telekomunikasi yang dilakukan pemerintah. Sehingga kebangkitan UMKM di kala pandemi ini menjadi momentum transformasi UMKM Indonesia menjadi lebih maju,” tambah Danny.

Melihat potensi digitalisasi UMKM yang sangat penting, BAKTI memandang UMKM di daerah 3T membutuhkan perhatian lebih, khususnya dalam mempersiapkan para pelaku UMKM lewat pelatihan dan pendampingan. Materi pembelajaran dimulai dari hal dasar, bertahap hingga ke tingkat mahir.

Mohamad Rosihan, Ketua Bidang Keanggotaan & Business Development idEA, menyampaikan bahwa timnya menemukan banyak tantangan di daerah 3T sehingga dipaksa memikirkan ulang program kurikulum pelatihan yang telah dilakukan, sebab selama ini program pelatihan banyak berlangsung di pulau Jawa yang fasilitasnya jauh lebih baik.

Lokasi usaha UMKM juga menentukan strategi Go Online yang dipakai sebab posisi menentukan daya saing produknya. Sedangkan, daya saing UMKM daerah tergantung daya saing digital perwilayah. Solusi yang diberikan pada para peserta juga berbeda-beda untuk tiap daerah, sebab karakteristik lokasi dan permasalahan pun berbeda.

Propinsi yang ada di luar Jawa tatangan terbesar ada di masalah logistik. Dibutuhkan solusi khusus agar bisa bersaing dengan UMKM yang ada di Jawa, sehingga mereka juga dapat memanfaatkan market size terbesar saat ini yang masih berada di pulau Jawa.

“Sebenarnya semua usaha lokal seperti toko, penyedia jasa, produk hasil pertanian, perternakan, perikanan dan lain sebagainya yang ada di sebuah wilayah dapat dijual secara online untuk pasar lokal, sehingga tidak ada hambatan logistik. Atau dapat memunculkan layanan logistik mandiri di tingkat kabupaten, provinsi atau antar pulau,” jelas Rosihan.

Ia menambahkan bahwa e-commerce tidak harus selalu berwawasan nasional. Potensi terbesar sebenarnya ada di e-commerce lokal karena karakteristik produk lebih sesuai untuk konsumen lokal. “Onboarding bisa di e-commerce nasional tapi fokus pelanggan tetap di pasar lokal,” ujarnya.

Tahun 2020 lalu sudah 4000 peserta UMKM daerah 3T mengikuti pelatihan yang diselenggarakan oleh BAKTI. Di tahun 2021 ini, BAKTI menambahkan layanan dengan menjembatani pada akses pembiayaan, baik itu dari perbankan maupun institusi lain yang menyalurkan kredit dan permodalan bagi UMKM.

Permasalahan UMKM di daerah 3T yang mencakup bidang kewirausahaan, rantai pasok, logistik, sistem pembayaran, dan lain sebagainnya memang membutuhkan kolaborasi banyak kementerian, institusi, dan pihak swasta untuk sama-sama mencari solusinya.

Timor Moringa adalah salah satu contoh sukses UMKM lokal binaan BAKTI dari provinsi Nusa Tenggara Timur yang mengikuti pelatihan dari idEA. Pendirinya, Meybi Agnesya, merasa pelatihan dan pembinaan yang diikuti sangat membantu keberhasilan usahanya. Meybi yang awalnya mengolah daun kelor hanya untuk kegiatan sosial guna pemberdayaan petani lokal kini juga memperhatikan aspek bisnis dari usahanya agar dapat dipasarkan secara lebih luas.

Pandemi memaksanya untuk mengambil langkah berbeda dalam memasarkan produk. Jika sebelum pandemi konsumennya berasal dari wisatawan yang berkunjung ke NTT, kini strategi penjualannya berubah menjadi 100% online melalui website dan e-commerce. Pelanggannya saat ini banyak yang berasal dari pulau Jawa. Kendala terkait mahalnya ongkos kirim dapat disiasati lewat program UMKM yang dimiliki oleh kementerian lain.

Meski BAKTI hanya menfokuskan diri pada pengembangan UMKM daerah 3T, namun pelaku UMKM daerah non 3T pun dapat mengikuti pembelajaran yang diselenggarakan. Sangat mudah untuk masuk ke pelatihan digital BAKTI, yang terpenting memiliki jaringan internet dan telepon seluler. Kurikulum dan materi pelatihan dapat diakses secara gratis oleh siapa saja di https://umkmdigital.kelasbakti.id. Ada 11 cluster topik pelatihan yang dapat diikuti, mulai dari Digital Mindset, Digital Presence, Digital Onboarding, Digital Marketing, hingga Digital Operation.***